“Sulitnya Menuju Sekolahku”

SEBERANG : Rasa khawatir saat menyeberangi sungai berusaha ditepis anak-anak ini agar bisa mencapai sekolahnya di SDN Sungai Jambu, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Muratara.

LIPOSSTREAMING.NEWS – Demi mengenyam pendidikan di SDN Sungai Jambu, anak-anak dari Dusun VI KNPI Desa Muara Tiku Kecamatan Karang Jaya Kabupaten Muratara harus menempuh jarak sekitar 4 Kilometer (Km). Mereka jalan kaki di tanah berlumpur selama 1 jam, menyeberang jembatan kayu, bahkan mengarungi sungai.

Salima, Murid SD Negeri Sungai Jambu membenarkan, untuk sampai ke sekolah ia harus berjalan kali selama satu jam.

“Selain itu, kami harus lewat jembatan kayu dan menyeberang sungai, jalanyo licin,” ungkap Salima, Rabu (11/5/2022).

SD Negeri Sungai Jambu ini termasuk salah satu sekolah terbelakang di Provinsi Sumsel. Berada di pedalaman, Dusun V Desa Muara Tiku, letak sekolah ini berdekatan dengan hutan lindung.

Akibat kondisi alam, tidak jarang Salima dan rekan-rekannya tidak bisa bersekolah. Salah satunya, ketika aliran sungai mengalami pasang selepas hujan.

“Kalau sungai dalam idak biso sekolah, kami idak biso nyeberang sungai,” tegasnya.

Ia berharap, kedepan ada akses penghubung yang bisa memudahkan siswa menjangkau sekolah.

“Kami pengennyo ado jalan, ado jembatan supayo sekolah lebih dekat idak mesti nyebrang sungai,” tegasnya.

Kondisi ini dibenarkan Kepala SDN Sungai Jambu Yusi, saat dibincangi, Rabu (11/5/2022). Ia mengaku sekolah yang ia pimpin ini sudah ada sejak 1986. Karena berlokasi di pedalaman dan dekat dengan hutan belantara, membuat kondisinya seperti itu.

Saat ini total siswanya ada 35 orang. 20 Sampai 25 diantaranya bermukim di Dusun VI KNPI.

“Sekolah kami ini letaknya di Dusun V, tapi kebanyakan siswanya bermukim di Dusun VI KNPI. Mereka yang dari Dusun VI ini harus berjalan sekitar 1 jam, karena jarak ke sekolah sekitar 40 km. Kalau mau lewat jalan darat bisa, tapi lewat perbukitan jalannya licin dan lebih jauh lagi bisa 2 jam. Kalau lewat jalan pintas, jalan setapak dan hutan rimba bisa 1 jam walaupun konsekuensinya harus menyebrang sungai dengan jalan kaku. Istilahnya mereka ini motong jalan biar lebih cepat sampai,” ungkap Yusi.

Anak-anak biasanya berangkat ke sekolah menunggu matahari terang dulu, karena kalau masih gelap mereka takut harus melewati hutan dan sungai. Biasanya pukul 06.30 WIB baru berangkat. Lalu mereka juga berombongan perginya.

Makanya ungkap Yusi, anak-anak sudah pasti terlambat ke sekolah. Hal ini membuat mereka membuat kebijakan, mulai pelajaran dipukul 08.00 WIB. Pulangnya pun dipercepat agar anak-anak cepat sampai ke rumah.

“Untungnya guru kita ada beberapa yang juga tinggal di Dusun VI KNPI. Jadi ketika ada anak-anak ketinggalan pelajaran atau ada kesulitan, bisa langsung mendatangi rumah guru mereka,” jelasnya.

Kesulitan akses anak-anak mereka ini diakui Yusi sudah beberapa kali mereka sampaikan ke pemangku kepentingan, khususnya ke Pemkab Muratara.

“Sudah berkali-kali bahkan dari sejak saya masih jadi guru. Tapi mau bagaimana lagi. Namanya daerah pedalaman. Terkadang yang berada di pusat desa saja masih banyak kebutuhannya belum terpenuhi dan aksesnya masih sulit apalagi kita yang ada di pedalaman,” ungkapnya.

Saat ini pun diakuinya, banyak warga yang pindah ke pusat desa semata-maata agar anak mereka bisa mengenyam pendidikan lebih baik lagi.

“Ya upaya kita saat ini, sering memberikan reward ke anak-anak agar mereka tetap semangat berangkat ke sekolah. Meskipun kalau hujan, pasti mereka tidak berangkat ke sekolah karena air sungau pasang. Kita juga bersyukur ada bantuan seperti seragam dana laat-alat tulis dari Pembak yang juga membuat mereka senang dan semangat lagi ke sekolah,” ungkapnya.

Lalu bagaimana dengan fasilitas di sekolahnya ? Untuk gedung, Yusi mengaku sudah cukup baik bahkan Rombelnya pun sudah lengkap dari kelas 1 sampai kelas 6 meskipun siswa mereka hanya berjumlah 35 orang saat ini. Bangku kursi dan mobiler lainnya pun sudah lengkap.

“Hanya saja untuk fasilitas listrik dan internet yang sama sekali tidak ada. Untungnya saya tidak menetap di Dusun V, sehingga masih bisa akses internet untuk mendapat informasi. Tapi kalau anak-anak, ya tidak pernah mengenyam yang namanya internet. Ada Hp pun mereka tidak tahu bagaimana cara menggunakannya,” ucap Yusi.

Saat diinstruksikan pembelajaran daring pun, sekolah mereka tidak bisa menerapkannya karena terkendala akses internet.

“Sangat tidak memungkinkan. Jadi yang lain daring, kita tetap tatap muka daripada anak-anak tidak mendapat pelajaran,” tegasnya.

Untuk guru saat ini berjumlah 10 orang, termasuk ia sebagai Kepsek. Dan lima diantaranya sudah ASN.(LIPOS)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *