LIPOSSTREAMING.NEWS -Desakan agar Jokowi 3 periode yang disampaikan oleh APDESI atau Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia dan tuntutan penundaan pemilu 2024 yang disuarakan oleh beberapa parpol termasuk Menko Invest Luhut Binsar Panjaitan sepertinya by design. Analisa ini diungkapkan Pengamat Politik Eka Rahman, Senin (4/4/2022).
Karena, kata dia, meskipun berbeda keinginan, namun entry point dari kedua issue tersebut adalah sama yaitu amandemen UUD 1945.
Update tuntutan terhadap kedua issue tersebut semakin massive dan meluas, misalnya selain Apdesi, Menko Marinvest, parpol seperti Golkar, PAN, PKB, dst. Lalu kemana dinamika ini akan bermuara? Sepertinya muaranya sama yaitu sampai tahun 2027, Presiden, kabinet, legislatif masih dikuasai oleh hasil pemilu 2019.
Eka Rahman mengungkapkan ada beberapa issu yang menjadi argumentasi, seperti : kondisi pandemi dan keuangan negara, lalu kontinuitas pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), dst. Namun tentu persoalan pemilu yang diselenggarakan setiap 5 tahun dan pembatasan jabatan presiden 2 periode adalah masalah fundamental konstitusional.
Bahwa menghadapkan soal konstitusional vs kemampuan keuangan dan IKN tidaklah apple to apple. Misalnya : bahwa anggaran pemilu yang besar dan keterbatasan kemampuan keuangan negara, tentu bisa dimaklumi. Tapi solusi dengan menunda pemilu kurang tepat, banyak solusi lain misalnya membatasi penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu Kab/Kota) menjadi adhoc, sehingga beban APBN berkurang atau termasuk di dalamnyq penundaan pembangunan IKN arau infra strukture jalan tol demi amanat konstitusi yaitu penyelenggaraan pemilu setiap 5 tahun.
Meski menguat tuntutan penundaan pemilu dan Jokowi 3 periode, tentu tak mudah merealisasikannya, karena pintu masuk legalnya adalah amandemen UUD 1945. Pasal 7 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan pasal 22E tentang pelaksanaan pemilu setiap 5 tahun sekali , hanya bisa dirubah melalui amandemen.
Pintu masuk ini tentu harus dilakukan melalui DPR/DPD yang terdiri dari unsur parpol, pada titik ini tentu ‘ kepentingan’ masing-2 parpol pada pemilu 2024 menjadi basis sikap. Parpol seperti : Golkar, PAN, PKB dan pemerintah (LBP) punya kepentingan agar pemilu ditunda. Apakah karena elektabilitas yg stagnan atau menjaga kontinuitas pembangunan IKN.
Namun sebaliknya, parpol seperti : Gerindra, Demokrat, PDIP, Nasdem, PKS berkepentingan agar pemilu 2024 terlaksana karena capres parpol mereka on fire.
Pun demikian warga sipil (civil society) berkepentingan menjaga amanat konstitusi.
Kata Eka, kita lihat saja ‘konflik kepentingan ‘ ini akan bermuara kemana? Jikapun issue penundaan pemilu semakin menguat, secara teknis tak mudah karena ‘peta kekuatan’ di parlemen cenderung dikuasai oleh kepentingan Pemilu 2024 terlaksana tepat waktu.
Butuh lobby lebih keras dan proses yang lebih intens untuk mengcrystalisasi issue itu. Lagipula resistensi civil society,.aktivis dan mahasiswa juga semakin menguat. Mereka menggunakan Judicial Rieview, maupun aksi-2 sebagai bentuk penolakan.
“Saya pikir dalam beberapa bulan ke depan konflik kepentingan ini akan semakin mengemuka, tetapi feeling politik saya tetap menyatakan bahwa kekuatan yang menginginkan pemilu 2024 sesuai jadwal masih lebih dominan dan mendapat dukungan masyarakat luas (di luar kelompok kepentingan),” ungkap Eka. (rls/red)